Tahun 2030 nanti, tembakau akan membunuh lebih dari delapan juta orang per tahunnya. 600.000 perokok pasif juga turut jadi korban.
Hanya sebagai sharing aja buat teman-teman dan Sobat Bakti, Tembakau, bahan dasar pembuatan rokok, membunuh enam juta orang setiap tahunnya. Menjadikan tumbuhan dari genus Nicotiana ini sebagai salah satu penyebab kematian utama di dunia. Ironisnya, “pembunuhan” ini bisa dicegah.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendesak negara-negara di dunia untuk
melawan derasnya pertumbuhan rokok. Salah satunya dengan penerapan
kebijakan yang mampu melindungi masyarakat dari bahaya tembakau.
Dr. Margaret Chan sebagai Direktur Jenderal WHO menuding ada
perusahaan tembakau yang berusaha mencegah kebijakan ini. Caranya,
mengajukan perkara ke pengadilan terhadap pemerintahan pencegah
pertumbuhan tembakau. “Kini saatnya kita bersatu dengan pemerintah
seperti ini, yang punya keberanian melakukan hal tepat untuk melindungi
warga negaranya,” kata Chan menyambut Hari Tanpa Tembakau Sedunia,
Kamis(31/5).
Diperkirakan pada tahun 2030 nanti, tembakau akan membunuh lebih dari
delapan juta orang per tahunnya. Empat dari lima kematian yang terjadi
berasal dari negara berpenghasilan menengah dan rendah. Kematian berasal
dari kanker, diabetes, penyakit pernapasan akut, dan jantung.
Bukan hanya perokok aktif, perokok pasif turut terkena dampaknya.
Tembakau membunuh 600.000 perokok pasif per tahunnya. Angka lebih
mengerikan terjadi di tahun 2004, di mana sepertiga kematian anak
terjadi karena posisinya sebagai perokok pasif. Khusus untuk Indonesia, kita menduduki posisi ketiga di dunia setelah
China dan India dengan jumlah perokok terbesar yakni lebih dari 68 juta
penduduk. Pihak Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPA) menyatakan
telah sebanyak 163.923.599 anak dan perempuan Indonesia telah
terkontaminasi dan menjadi korban rokok.
“Sangat mengkhawatirkan karena mayoritas perokok memulai merokok
ketika remaja. Perempuan dan anak adalah target bagi industri rokok,”
ungkap Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait dalam acara
“Intervensi Industri Rokok, Kejahatan terhadap Hak Kesehatan Anak dan
Perempuan” di Jakarta, Senin (28/5).
Ditambahkan peneliti Quit Tobacco Indonesia (QTI) Retna Siwi
Padmawati, secara sosiologis bahkan kultural, masyarakat Indonesia
adalah friendly smoking. Merokok dianggap sebagai budaya warisan, bukan sebagai masyarakat yang kecanduan. Seiring tingginya dampak merokok, perlu melakukan tindakan nyata
untuk mengendalikannya. Di antaranya pelarangan merokok di tempat kerja
di semua institusi, penyediaan kawasan/area merokok, layanan konseling
berhenti merokok, serta pemberdayaan masyarakat dalam pengurangan dampak
buruk.
Selamat Hari Tanpa Tembakau Sedunia!, semoga suatu saat penulis juga bisa berhenti merokok untk menjaga kesehatan kita semua. Salam, salam....
0 komentar: